SEJARAH AWAL MISSI KATOLIK DI TANAH PAPUA
oleh Mervin S Komber*
(Tulisan ini adalah penyempurnaan dari Tulisan sebelumnya yang diterbitkan pada 10 Mei 2006)
Kabar-kabar tentang Papua ada beragam tulisan dan catatan dari berbagai pihak termasuk dari para pelaut-pelaut Eropa. Orang Eropa pertama yang mengabarkan tentang adanya pulau besar di sebelah timur Kepulauan Maluku adalah dua pelaut Portugis bernama D’Abreu dan Serrano pada 1511. Nama Papua untuk menyebut pulau itu pertama kali dituturkan oleh Antonio Pigafetta, penjelajah asal Italia dan anak buah Ferdinand Magellan, pada 1521. Demikian hal nya juga pelaut Spanyol Ortiz de Retes yang menginjakkan kaki di Tanah Papua pada Juni 1545. Kesamaan ciri fisik penduduk pulau tersebut dengan orang-orang Guinea di Afrika mengilhami para Pelaut Eropa memberi nama Nueva Guinea.
Saat para pelaut Eropa yang tiba di Tanah Papua mereka juga memperkenalkan Agama namun tidak ada catatan yang rinci terkait hal tersebut. Selain itu, dalam Gereja Katolik, masuknya agama wajib ditandai dengan dibaptisnya penduduk lokal setempat menjadi warga Gereja Katolik.
Missi Katolik di Tanah Papua.
Perjalanan sejarah Misi Gereja Katolik di Tanah Papua (Nueva Guinea/Nieuw Netherlands Guinea) mempunyai bagian yang tak terpisahkan dati Perjalanan Missi Santo Fransiskus Xaverius. Santo Fransiskus Xaverius menuju Ambon dan tiba pada tanggal 14 Febuari 1546, di Negeri Hative. Saat St. Fransiskus Xaverius tiba di Pulau Ambon sudah terdapat cukup banyak umat Katolik yang berada di Pulau Ambon. Umat Katolik ini tidak hanya mencakup orang-orang Katolik Portugis dan Spanyol yang berada di Pulau Ambon, tetapi juga mencakup penduduk lokal yang telah memeluk agama Katolik sejak tahun 1538 atau empat tahun setelah pembaptisan pertama di Daerah Mamuya/Moro/Halmahera utara, pada Tahun 1534.
Pada Bulan Mei 1534, Santo Fransiskus Xaverius sempat mengunjungi wilayah Seram. Di tengah perjalanan, kora-kora yang ditumpanginya dihantam angin dan gelombang laut. Para penumpang mulai panik dan tukang juri mulai kewalahan dan putus asa, St. Fransiskus Xaverius kemudian menurunkan kalung salibnya ke dalam laut dan mulai berdoa. Semalaman suntuk hingga pagi, kora-kora mereka terus dihantam angin dan gelombang. Akan tetapi, akhirnya mereka tiba di pantai dengan selamat. Perjalanan Missi Santo Fransiskus Xaverius kemudian tiba di Ternate bulan Juli 1546. Santo Fransiskus Xaverius kemudian merencanakan perjalanan ke Nueva Guinea (Tanah Papua) namun kemudian tidak sempat berkunjung ke Tanah Papua.
Perjalanan Para Yesuit.
Selanjutnya terbentuknya Prefektur Apostolik Batavia pada tahun 1807 membawa angin segar dalam penyebaran Missi Katolik di Nusantara. Tak berjarak lama, tahun 1859 para pastor Yesuit pertama tiba di pulau Jawa. Mgr Adam Charles Claessens yang ketika itu diangkat menjadi Vikaris Apostolik Batavia berkesimpulan bahwa misi harus diperluas termasuk ke wilayah timur jauh. Sang Vikaris lantas mengambil langkah berani. Ia mengutus Misionaris Serikat Yesus (Jesuit) untuk mulai memikirkan kemungkinan membuka misi di wilayah Irian Barat. Serikat Yesus lalu memulai mencoba meretas kemungkinan ini dengan mulai membuka karya di Tual, Maluku, di sebelah timur Irian pada 1888. Pastor Yohanes Kuster SJ menjadi perintis misi di tempat ini. Saat itu, bagi sebagian besar misionaris asing, wilayah Irian Barat masih jarang terdengar. Pada 1 Juli 1888, P. Johannes Kusters, SJ dan P. Johannes Booms, SJ tiba di Tual dan Langgur, Kepulauan Kei. Tanggal 22 Desember 1902, Propaganda Fide memutuskan wilayah Maluku menjadi bagian dari Prefektur Apostolik Nueva Guinea Olandese (Belanda New Guinea) dan menetapkan Langgur sebagai pusat misi. Prefektur ini adalah provinsi gerejawi pertama yang otonom di luar Vikariat Batavia (Jakarta).
Mendekati Nueva Guinea, Tanah Papua.
Misi di Irian Barat dilanjutkan pada tahun 1891 saat pemerintah memberi izin kepada Gereja untuk bekerja di sana. Keberanian Misionaris Jesuit pun berbuah. Dari Tual Pastor Kuster mengirim Pastor C. van der Heyden SJ untuk berlayar ke Nueva Guinea 1891 dan awal tahun 1892 tiba di Perairan Fakfak. Dalam perjalanan ini kapal yang ditumpanginya terbakar di Perairan Fak Fak. Ia merupakan misionaris pertama yang menetap di Irian Barat selama tiga minggu. Selama di Fakfak, Pastor Van der Heyden sempat melakukan karya missi di Fakfak dan kemudian kembali ke Langgur Tual pertengahan 1892.
Vikaris Apostolik Batavia kemudian mengutus Pastor Cornelis Le Cocq d’Armandville SJ ke Irian Barat. Saat itu, Pastor Cornelis Le Cocq d’Armandville SJ sedang berada di Bomfia, Seram Maluku. Perutusan Pastor Le Cocq turut dipengaruhi keberadaan St Fransiskus Xaverius saat berkunjung di Seram 1534. Dimana diketahui bahwa St.Fransiskus Xaverius juga adalah seorang Yesuit yang pernah berada di Seram sehingga peta perjalanan ini sudah dimiliki oleh para Yesuit.
Missi Katolik di Tanah Papua kemudian dilaksanakan P. Cornelis Le Cocq d’Armandville. Sebelumnya, Pastor Cornelis Le Cocq d’Armandville SJ melakukan missi di Maumere Flores (Sikka). Selanjutnya Le Cocq memulai misi di Bomfia pada tahun 1891 di kaki bukit Seram bagian timur. Pada tahun 1893, ia memulai misi baru di Watubela, pulau Kesui dengan melakukan perjalanan bolak-balik antara Bomfia dan misi baru ini. Untuk beberapa waktu, P. W. Hellings bergabung dengan Le Cocq di Kesui bersama dengan saudaranya Bruder J. Zinken seorang tukang. Di Watebula dan Kesui sebagaimana di wilayah timur lainnya. Hellings segera kembali ke Jawa ketika mengetahui dengan jelas bahwa Kesui tidak cocok untuk menjadi stasi besar dalam memulai ekspansi ke Papua Nugini.
Menuju Stasi Kapaur.
Pada senja 22 Mei 1894 Pastor Cornelis Le Cocq d’Armandville SJ bersama kapal yang ditumpanginya dari Seram masuk diperairan Semenanjung Onim Fakfak. Kemudian keesokan harinya 23 Mei 1894 Pastor Cornelis Le Cocq d’Armandville SJ tiba di Kampung Sekru Fakfak. Sesaat setelah menginjakan kakinya di Sekru, Pastor Cornelis Le Cocq d’Armandville SJ berdoa “Gloria Patri et Filio et Spiritui Sancto. Sicut erat in principio et nunc semper, et in saecula saeculorum” (Kemuliaan kepada Bapa dan Putera dan Roh Kudus. Seperti pada permulaan sekarang selalu dan sepanjang segala masa, amin) dan diakhir doanya adalah satu kata yang diingat para penduduk setempat, yakni kata Seculorum, sehingga tempat tersebut kemudian berganti nama menjadi sekru hingga saaat ini merupakan Kampung Sekru Distrik Pariwari Fakfak Papua Barat. Pastor Cornelis Le Cocq d’Armandville SJ kemudia diterima dengan baik oleh penduduk setempat dan mereka menanyakan maksud kedatangan Pastor, mengingat saat itu Pelabuhan Sekru merupakan salah satu pelabuhan tempat perniagaan pala, damar dan gaharu. Pastor Cornelis Le Cocq d’Armandville SJ menyampaikan maksud kedatangan hendak menyebarkan Agama Katolik, Agama Tuhan. Dan karena penduduk setempat sudah memeluk Agama Islam, maka mereka mengarahkan Pastor Cornelis Le Cocq d’Armandville SJ ke wilayah sebelah yakni Kampung Torea dan sekitarnya yang belum memeluk Agama. Alhasil penduduk setempat mengantarkan Pastor Cornelis Le Cocq d’Armandville SJ hingga ke perbatasan dan diterima para kerabatnya yang belum memeluk agama. Perutusan misi selanjutnya dimulai di Fakfak, Semenanjung Onim. Pater Le Cocq d’Armandville, SJ, mulai mendaki pegunungan bersama beberapa penduduk lokal dengan tujuan mencari warga yang tinggal di daerah itu. Pada umumnya daerah itu tidak terlalu terjal untuk didaki, sudah ada jalan-jalan yang dibuat oleh warga setempat. Awal awal perjalanannya ke daerah pegunungan Fakfak tidaklah membuahkan hasil sesuai rencana. Tempat tinggal penduduk lokal yang berjauhan menyebabkan Pastor jarang bertemu dengan warga setempat. Akhirnya pada malam hari, Pastor memutuskan untuk kembali ke wilayah pantai. Di situlah ia bertemu dengan beberapa orang yang sedang duduk bercerita. Ia sendiri mulai menggabungkan diri dengan mereka, lalu ia mulai berbicara tentang Tuhan dan karya keselamatan-Nya. Baru satu hari di Papua, tepatnya 23 Mei 1894 di Sekeru, Pater Le Cocq d’Armandville, SJ, sudah membaptis 8 anak, disusul 65 lagi selama 9 hari berikutnya. Sampai tanggal 1 Juni 1894, Pastor Cornelis Le Cocq d’Armandville SJ sudah membaptis 73 anak di Fak-Fak.
Menuju Langgur Kei.
Awal 1895 Pastor Cornelis Le Cocq d’Armandville SJ mengunjungi Langgur. Pastor Cornelis Le Cocq d’Armandville SJ berangkat ke Langgur Tual Maluku. Pada bulan April 1895 Pastor berpamitan dengan komunitas Jesuit di Langgur dan kembali ke Fakfak Papua ditemani Bruder Zinken dan Bruder Te Boekhorst. Dua bruder itu sama-sama bersemangat memulai misi di Papua. Perjalanan ternyata sangat melelahkan. Pater Le Cocq jatuh sakit. Tubuhnya lemah, demam, dan ia jatuh pingsan. Saat tiba di daratan Pantai Kapaur (sekitar Kampung Raduria Fakfak) hujan turun dengan lebat. Kedua bruder dibantu beberapa penduduk menurunkan Pastor dari Kapal. Pater Le Cocq terbaring pingsan pada salah satu rumah penduduk setempat. Saat itu awal Mei. Mereka membuka bulan Mei dengan doa rosario. (Kini di Kampung Raduria terdapat Gua Maria).
Memulai Misi Panggilan di Pulau Bonyom.
Pastor Cornelis Le Cocq d’Armandville SJ dengan dua Jesuit bersaudara (Zinken dan Te Boekhorst) pada bulan Mei 1895 di pantai Kapaur di pulau Bonyom. Mereka mulai membangun rumah dan menjalin kontak dengan penduduk setempat. Pada tahun pertama Le Cocq mampu menyusun 1.200 daftar kata di wilayah pantai antara Fak-Fak dan Kokas. Seorang guru Protestan dari Ambon Christianus Peletimu turut membantu mendirikan sekolah bersama Pastor Le Cocq dan Bruder Zinken membangun sekolah Katolik yang terdapat 16 anak sekolah di sebuah asrama kecil. Wilayah missi Fakfak kemudian terkenal dengan sebutan Stasi Kapaur. Saat di Pulau Bonyom, Pastor Cornelis Le Cocq d’Armandville SJ membaptis 86 anak dari kampung sekitarnya.
Kunjungan Balik ke Bomfia Seram.
Dalam minggu terakhir bulan Juli 1895, Le Cocq melakukan perjalanan dengan kapal pemerintah, Khampuis ke pulau Geser untuk menjaga komunitas Katolik Kesui dan Bomfia di Seram. Dia kembali ke Kapaur pada tanggal 1 November dan hanya menemukan 1 anak laki-laki yang tersisa di sekolah. Berkat keutamaan dalam penyembuhan, Le Cocq mempengaruhi orang-orang sekali lagi untuk mempercayakan 10 anak laki-laki ke sekolah.
Menuju Mimika, Pantai Selatan Papua.
Dengan kapal Sekunar Pastor Cornelis Le Cocq d’Armandville SJ menjelajahi wilayah ke bagian timur untuk dijadikan tempat ideal. Seorang pengusaha Arab, Abdullah Baadillah, satu keluarga Protestan di Banda, Ahmad bin Abdullah Attamimi dari Geser juga ikut serta dalam ekspedisi dengan mengunakan kapal Sekunar Al Bahanasa dan seorang kapten Belanda, Pieter Salomon. Ekspedisi ini dimulai pada tanggal 5 Maret 1896. Pada pertengahan bulan Mei, mereka mencapai Mimika, pantai selatan Papua. Pastor Le Cocq tinggal di sana kira-kira 10 hari dan telah memulai kontak dengan orang-orang Papua. Pastor Cornelis Le Cocq d’Armandville SJ memilih dua anak laki-laki untuk sekolah di Fakfak. Meskipun cuaca buruk, Pastor Cornelis Le Cocq d’Armandville SJ kembali ke Fakfak dengan menggunakan perahu pada tanggal 27 Mei 1896. Namun perahu kecil yang dia tumpangi dari pantai untuk menuju ke kapal terbalik karena gelombang besar, akhirnya sang misionaris legendaris Papua tenggelam di pantai Mimika.
Perutusan Missi di Tanah Papua Pasca Pastor Cornelis Le Cocq d’Armandville SJ
Dengan kematian sang legendaris Santo Papua Pastor Cornelis Yohan Le Cocq d’Armandvile, upaya untuk memulai misi Belanda di bagian Papua Nugini berhenti. Kapten Sekunar kembali ke Fakfak pada tanggal 18 Juni 1896 dan melaporkan kematian Santo Papua Pastor Cornelis Yohan Le Cocq d’Armandvile, kepada kedua Jesuit bersaudara. Kemudian, kedua Jesuit itu meninggalkan stasi Kapaur Fakfak Papua akhir Juni 1896.
Karya di wilayah ini kemudian diserahkan imam-imam SJ kepada imam dari Misionaris Hati Kudus (MSC). Di Langgur, Pastor Serikat Yesus menyerahkan karya kepada imam-imam MSC. Segera setelah itu Misionaris Keluarga Kudus tiba di Merauke dan mendirikan stasi di Irian bagian selatan tahun 1905. Kepulauan Kei merupakan kedudukan misi terdekat misi Katolik dan melalui daerah inilah para imam tiba di Papua. Saat itu, Ordo Jesuit sebagai penginjil di New Guinea yang berkedudukan di Kei telah digantikan MSC. Imam-imam dari kelompok ini telah mewartakan ajaran agama Katolik di pesisir selatan Irian Barat selama setengah abad.
Perutusan Tiga Martir Papua ke Langgur.
Para penduduk Fakfak yang telah memeluk Agama Katolik (sebutan di Fakfak Agama Lecocq) mulai merasakan harus ada kelanjutan pelayanan setelah ditinggalkan oleh Pastor Yesuit pasca meninggalnya Pastor Le Cocq dArmanville. Atas kesepakatan maka berangkatlah tiga martir Papua ke Langgur Kei menumpang Kapal Albahanasa. (bersambung)
Ditulis oleh Mervin S. Komber. Umat Paroki Santa Maria Merapi Fakfak.
Sebagai Kenangan atas 129 tahun masuknya Agama Katolik di Fakfak Papua Barat. Tulisan ini adalah kelanjutan dari Tulisan sebelumnya pada 10 Mei 2006 sebagai penanda dilaksanakannya Misa Padang oleh PMKRI Fakfak mengenang Masuknya Agama Katolik pada 23 Mei 2006 di Gereja Stasi Torea Fakfak. In Memoriam Santo Papua Pastor Cornelis Yohan Le Cocq d’Armandvile SJ.